Setiap kali seseorang membuka situs web atau mengirim pesan digital, ada miliaran paket data yang bergerak melintasi jaringan global. Data tersebut berpindah dari satu titik ke titik lain melewati jalur yang telah ditentukan melalui mekanisme yang disebut routing. Secara sederhana, apa itu routing adalah proses menentukan rute terbaik bagi data agar sampai ke tujuan dengan cepat dan efisien. Namun, seperti halnya peta jalan di dunia nyata, peta digital ini pun bisa dimanipulasi. Ketika hal itu terjadi, dampaknya bisa fatal — mulai dari kebocoran data hingga lumpuhnya sistem komunikasi sebuah negara. Fenomena ini dikenal dengan istilah routing hijacking.

Untuk memahami bahaya tersebut, penting terlebih dahulu mengetahui apa itu protokol routing. Dalam jaringan komputer, protokol routing adalah seperangkat aturan yang digunakan oleh router untuk menentukan arah terbaik bagi lalu lintas data. Protokol seperti BGP (Border Gateway Protocol) digunakan untuk mengatur jalur antarjaringan besar di internet, sementara OSPF atau EIGRP mengelola lalu lintas di dalam jaringan perusahaan. Sistem ini bekerja otomatis dan saling percaya antar-router, sebuah keunggulan yang justru dapat menjadi celah ketika kepercayaan tersebut disalahgunakan.

Routing hijacking terjadi ketika pihak tidak berwenang mengubah rute data agar melewati jaringan yang mereka kendalikan. Misalnya, sebuah paket data yang seharusnya langsung menuju server di Singapura bisa dialihkan secara diam-diam melalui jaringan lain di negara berbeda. Dalam proses itu, pelaku dapat menyadap, memodifikasi, atau bahkan menahan data tersebut tanpa disadari pengguna. Serangan ini tidak hanya menimbulkan kebocoran informasi, tetapi juga dapat mengacaukan stabilitas internet global karena menyebabkan kemacetan dan kehilangan paket data di berbagai titik.

Salah satu kasus besar routing hijacking pernah terjadi ketika lalu lintas data global secara tidak sengaja dialihkan ke jaringan di negara lain akibat kesalahan konfigurasi BGP. Meski tampak seperti kesalahan teknis, insiden tersebut menunjukkan betapa rapuhnya sistem routing global jika tidak dilindungi dengan baik. Dalam skala korporasi, serangan semacam ini bisa berakibat fatal — mulai dari kebocoran data pelanggan hingga gangguan operasional yang menimbulkan kerugian finansial besar.

Untuk mencegah hal ini, dunia teknologi kini mulai menerapkan sistem verifikasi rute berbasis kriptografi seperti Resource Public Key Infrastructure (RPKI). Teknologi ini memastikan bahwa setiap jalur yang diumumkan di internet benar-benar berasal dari sumber yang sah. Dengan kata lain, hanya operator jaringan yang terotorisasi yang dapat mengatur jalur data di wilayahnya. Selain itu, pemantauan real-time terhadap perubahan rute menjadi hal penting agar setiap aktivitas mencurigakan dapat segera diidentifikasi dan dihentikan.

Dalam konteks perusahaan, keamanan routing tidak hanya menjadi tanggung jawab penyedia layanan internet, tetapi juga bagian dari manajemen infrastruktur internal. Administrasi jaringan harus memastikan konfigurasi router selalu diperbarui, menerapkan autentikasi antar perangkat, dan memonitor anomali lalu lintas secara konsisten. Integrasi sistem keamanan seperti firewall, enkripsi, dan VPN juga diperlukan agar data yang melintasi jaringan tetap terlindungi, bahkan jika rutenya berubah.

Untuk mendukung keamanan dan stabilitas jaringan yang kompleks seperti ini, banyak perusahaan di Indonesia kini bekerja sama dengan penyedia teknologi profesional. Hypernet Technologies, sebagai Managed Service Provider (MSP), menyediakan layanan konektivitas yang aman, sistem pemantauan jaringan real-time, serta dukungan terhadap infrastruktur routing yang andal. Dengan solusi jaringan terkelola dan pendekatan proaktif terhadap keamanan data, Hypernet membantu perusahaan menjaga agar “peta jalan digital” mereka tetap utuh — memastikan setiap paket data mencapai tujuan tanpa disusupi, tersesat, atau dialihkan ke tangan yang salah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan